Breaking News

Kemana Semua Pelangganku Pergi ?



Mungkin sebagian dari Anda mulai mengalaminya. Seolah-olah baru kemarin menikmati masa-masa indah di bisnis Anda. Pelanggan banyak. Jualan mudah. Keuntungan melimpah. Lalu kini semuanya berubah. Pelanggan Anda hilang entah kemana. Penjualan turun drastis. Keuntungan.. eeemm nggak usah dibahas deh, terlalu menyakitkan.

Saya pun pernah mengalaminya.

Dulu 'jualan' motivasi itu gampang. Cukup buat judul yang menarik, pasang pembicara yang populer, terus promosi di media sosial. Peserta datang sendiri deh. Klien ngantri. Uang mengaliiiiir, seperti banjir Jakarta di awal tahun 2018.

Dulu jualan busana muslimah itu gampang. Produksi aja gamis bagaimana pun modelnya, langsung laku. Kalau malas produksi, ya beli aja yang sudah jadi di pasar Tanah Abang. Terus jual deh di booth pameran di mall-mall. Kalau cuma ngejar omset sepuluh sampai dua puluh juta rupiah per booth per hari sih nggak susah.

Sekarang?

Jangan harap. Not even close.

Kenapa?

Apakah karena pesaing makin banyak? Iya juga. Sekarang ini semua orang yang bisa ngomong menyebut dirinya motivator. Sekarang ini rasanya semua orang berbisnis busana muslimah, dari artis beken sampai emak-emak. Makin banyak pesaing. Lautan semakin memerah. Persaingan jadi berdarah-darah.

Tapi saya yakin itu bukan satu-satunya alasan. Bahkan itu bukan jadi penyebab utama.

Penyebab utamanya adalah karena kebutuhan dan kebiasaan pelanggan hari ini sudah berubah dibandingkan sebelumnya.

Sekarang ini orang tidak lagi butuh motivasi. Bahkan mereka sudah 'jengah' dengan banyaknya 'motivator' yang membombardir mereka dengan kata-kata indah di layar televisi dan smartphone mereka. Kebiasaan mereka pun berubah. Dulu orang bicara perjuangan. Hasil jangka panjang. Sekarang orang ingin yang gampang. Hasil yang instan.

Beberapa tahun lalu muncul tren positif berupa kesadaran para muslimah untuk berpakaian menutup aurat. Maka saat itu, industri baju muslimah meledak. Apapun produk busana muslimah yang dilempar ke pasar, akan terserap habis oleh pelanggan.

Tapi kini tidak lagi. Karena baju muslimah sudah jadi standar pakaian sehari-hari. Kebutuhan mereka sudah bukan itu lagi. Dari sisi kebiasaan, mereka juga sudah bergeser dari harus memegang barang sebelum membeli, ke arah pembelian secara online. Pilihannya banyak, praktis pula.

Maka, jika saat ini Anda bertanya-tanya, "Kemana semua pelangganku pergi?". Jangan buru-buru salahkan pesaing. Karena peluangnya besar, mereka pun sedang kehilangan pelanggan mereka. Terdakwanya disini adalah si pelanggan itu sendiri. Atau lebih tepatnya, diri Anda sendiri yang tidak bisa mengantisipasi pergeseran kebutuhan dan kebiasaan pelanggan Anda.

Jadi Apa yang bisa Anda lakukan saat ini?

Yang jelas Anda harus bisa mengidentifikasi arah pergeseran kebutuhan dan kebiasaan dari pelanggan Anda, seperti yang saya contohkan diatas. Setelah itu lakukan salah satu dari tiga strategi berikut ini:

Pertama, temukan segmen pelanggan baru yang berpeluang membutuhkan produk Anda. Lakukan ini jika Anda tidak mau melakukan apa-apa terhadap produk Anda sementara jumlah pelanggan yang Anda layani saat ini sudah semakin menyusut.

Contohnya adalah Mohawks Fine Papers, sebuah perusahaan pemasok kertas untuk berbagai perusahaan-perusahaan besar dunia sejak tahun 1931. Dengan adanya perkembangan teknologi digital saat ini dimana semua perusahaan sekarang Go Paperless, maka otomatis permintaan kertas berkurang secara drastis. Mohawks terancam bangkrut.

Apa yang mereka lakukan?

Mereka menemukan pelanggan baru, yaitu perusahaan-perusahaan online yang memberikan jasa cetak kartu nama, kop surat dan amplop, juga pembuatan notebook. Mereka ini jumlahnya banyak sekali, dan mereka semua membutuhkan kertas mewah berkualitas seperti yang dimiliki Mohawks. Dengan menyasar kelompok pelanggan baru ini, kondisi bisnis Mohawks kembali membaik.

Strategi kedua, berikan value yang baru kepada pelanggan Anda saat ini.

Contohnya adalah Ensiklopedia Britannica. Bayangkan saja setelah mencetak ensiklopedia sejak 200 tahun yang lalu, tiba-tiba hadir teknologi digital yang membuat produk mereka tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan dan kebiasaan pelanggan. Penjualan terjun bebas.

Apa yang mereka lakukan?

Pada awalnya mereka berupaya mengadopsi teknologi digital dengan cara mendigitalisasi semua konten ensiklopedia dan memasukkannya ke dalam satu keping CD-ROM yang dijual ke kelompok pelanggan mereka. Ternyata tidak laku. Mereka kalah bersaing harga dengan Microsoft Encarta yang dijual murah. Apalagi dengan hadirnya Wikipedia yang gratis.

Mereka kemudian ubah strategi. Mereka membuat ensiklopedia Britannica versi online yang siapapun bisa mengaksesnya secara gratis. Mereka berharap bisa mendapatkan pemasukan dari penjualan iklan di websitenya. Ternyata gagal juga. Pemasukan dari iklan tidak signifikan.

Akhirnya mereka memutuskan kembali pada pelanggan awal mereka, yaitu pembeli rumahan yang bersedia membayar untuk mengakses konten online premium dan kelompok pelanggan terbesar mereka, yaitu sekolah dan universitas.

Untuk pelanggan rumahan, mereka ciptakan konten-konten khusus yang bernilai tinggi dan tidak tersedia untuk mereka yang mengakses Britannica Online secara gratisan. Untuk pelanggan institusi pendidikan, mereka mengembangkan berbagai educational tools dengan konten interaktif untuk beragam jenjang pendidikan, dari sekolah dasar hingga universitas.

Mereka berkomitmen untuk menjadikan Britannica sebagai sumber ilmu yang lengkap, relevan dan menyenangkan bagi semua siswa. Mereka bahkan membuat sistem assessment dan grading tools untuk para guru atau dosen berbasis konten yang ada di Britannica. Hasilnya? Britannica bukan hanya selamat dari jurang kematian, mereka kini menikmati keuntungan berlipat ganda.

Strategi ketiga adalah mengkombinasikan kedua strategi sebelumnya. Layani pelanggan baru dengan penawaran nilai (value) yang baru.

Contohnya adalah Marvel Comics. Selama puluhan tahun mereka mendulang keuntungan dari membuat dan menjual komik. Namun kebutuhan dan kebiasaan pelanggan kini sudah berubah. Orang lebih suka main games dari pada membaca komik. Bahkan ketika komik sudah disajikan dalam bentuk digital, tetap saja tidak banyak orang yang membacanya.

Marvel sadar bahwa cerita dan karakter-karakter komik yang mereka miliki masih mempunyai nilai yang tinggi. Hanya saja jumlah pembaca komik sudah semakin menyusut. Maka mereka harus mencari kelompok pelanggan baru dan menawarkan nilai yang baru pada mereka.

Apa yang membuat bisnis Marvel masih bertahan saat itu adalah pemasukan dari lisence fee yang diperoleh dari studio film yang memproduksi film menggunakan karakter Marvel. Dari situlah Marvel menyadari sebuah peluang besar yang bisa ia mainkan.

Marvel kemudian memutuskan untuk membuat studio filmnya sendiri bernama Marvel Studio yang fokus memproduksi film-film superhero dari karakter komiknya sendiri. Ternyata keputusan tersebut membuahkan hasil yang sangat manis.

Marvel berhasil menjual cerita dari karakter-karakternya dalam jumlah besar pada pelanggan baru (bukan pembaca komik) menggunakan medium baru (film bioskop dan DVD, bukan komik) yang menyajikan pengalaman berbeda dari sebelumnya (nilai yang baru).

Nah, itulah ketiga strategi yang bisa Anda gunakan untuk tetap bertahan dan menang ketika jumlah pelanggan Anda semakin menyusut. Sekarang mana diantara ketiga strategi tersebut yang Anda akan gunakan untuk bisnis Anda?



Jangan terlalu lama berpikirnya. Segera ambil keputusan dan lakukan aksi nyata. Anda tidak perlu harus langsung benar di awal. Mungkin saja di perjalanan nanti Anda lakukan beberapa penyesuaian. Intinya adalah lebih baik salah kemudian mengoreksinya daripada diam saja dan membiarkan bisnis Anda tenggelam. #Salam #KangMasJenggot

Tidak ada komentar